JAYAPURA,Metropapua.online – Aksi kekerasan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap aparat TNI-Polri dan warga sipil di Papua selama tahun 2021 meningkat drastis dari tahun 2020. Jika ditahun 2020 lalu hanya 49 kasus, tahun 2021 ini meningkat menjadi 92 kasus.
Dari 92 kasus kekerasan yang terjadi, menyebabkan 34 orang meninggal dunia dan 33 orang lainnya terluka. Korban meninggal terdiri dari 11 personil TNI, 4 personil Polri dan 19 orang warga sipil. Sementara 12 anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tewas dalam penegakan hukum yang dilakukan aparat TNI-Polri.
Aksi kekerasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) ini terjadi di lima daerah di Papua, diantaranya, Kabupaten Yahukimo, Pengunungan Bintang, Intan Jaya, Puncak dan Nduga.
Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Pol Mathius D Fakhiri menjelaskan, meningkatnya aksi kekerasan kelompok kriminal bersenjata ini karena target utama kelompok bersenjata yakni PT. Freeport Indonesia sudah dijaga ketat oleh aparat TNI-Polri, sehingga kelompok bersenjata ini berpindah dan melakukan aksi kekerasan di daerah lain.
“ Terjadinya aksi kekerasan bersenjata di tahun 2021 cukup signifikan dan itu betul. Jadi saya mau sampaikan bahwa agenda yang disiapkan oleh kelompok ini (KKB) pada tahun 2016 lalu yaitu PT.Freeport. Namun karena pengamanan yang begitu ketat oleh aparat TNI-Polri di Tembagapura, sehingga mereka bergeser ke Intan Jaya dan bebrapa daerah lainnya,” katanya kepada pers di Kota Jayapura.
“ Kenapa PT.Freeport? karena kalau terjadi kekerasan disana, maka isunya lebih menarik dan bisa di blowup hasilnya maka akan menarik perhatian dunia, jadi agenda mereka sudah disetting, tapi berhasil keta tahan,” tambahnya.
Selain itu kata kapolda, aksi kekrasan KKB meningkat karena kecerobohan aparat TNI-Polri saat melakukan penyerangan terhadap markas atau wilayah yang dikuasai KKB yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
“ Saya selalau ingatkan bahwa dalam penanganan KKB kita harus lebih hati-hati. Kekerasan ini muncul karena kekurang telitian kita, kecerobohan kita, sehingga kekerasan itu makin masif. Apabila kami TNI-Polri bisa menahan diri dan tidak maju kedepan, maka saya yakin tidak terjadi kejadian seperti itu,” bebernya.
Dengan meningkatnya kasus kekerasan KKB di Papua, maka Polda Papua berencana melakukan evaluasi terhadap pendekatan yang dilakukan. yakni mengutamakan pendekatan soft approach atau mengedepankan upaya persuasif yang humanis.
“ Tentunya kami mengevakuasi pendekatan yang digunakan dan kami TNI-Polri bersepakat bahwa kita akan mengurangi kegiatan yang tidak perlu dilakukan, sehingga tidak ada lagi komplain dari masyarakat,” ujarnya.
“ Peran kami (Polri) akan lebih dominan dalam membantu masyarakat dengan mengoptimalkan penerapan pembinaan masyarakat melalui Binmas Noken yang selama ini sudah berlangsung. Pola penanganannya akan lebih mengedepankan persuasif dan humanis,” tandasnya. (Kaira)